
Tema yang diangkat pemerintah Indonesia pada perayaan hari disabilitas internasional 3 Desember 2022 adalah Partisipasi Bermakna Menuju Pembangunan Inklusif yang Berkelanjutan. Tema ini sangat relevan untuk digaungkan karena pada kehidupan sehari-hari partisipasi yang bermakna masih menjadi tantangan utama orang dengan disabilitas. Bahkan, sejak Indonesia, meratifikasi Convention On The Rights Of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) melalui UU. No. 16 Tahun 2011, orang dengan disabilitas masih harus berjuang untuk mendapatkan hak-haknya. Diantara mereka yang berjuang, adalah Mujiyana, seorang dengan disabilitas dari Gunungkidul.
Mujiyana mendirikan Kelompok Pemberdayaan Disabilitas (KPD) Mitra Mandiri di Kalurahan Kedungpoh tahun 2015 setelah Ia bergabung dengan Pusat Pemberdayaan Disabilitas (PPD) Mitra Sejahtera tahun 2012. PPD merupakan organisasi pertama di Kecamatan Nglipar yang menjadi penggerak kelompok disabilitas di Kabupaten Gunungkidul. KPD Mitra Mandiri dibentuk karena pergumulan Mujiyana yang melihat orang dengan disabilitas sebagai objek penerima manfaat dan terlena dengan kondisi tersebut. Hal ini membuat orang disabilitas yang sebenarnya memiliki potensi berdaya menjadi bergantung dengan pertolongan orang lain.
Untuk memastikan bahwa tujuan dibentuknya kelompok terlaksana, KPD Mitra Mandiri memiliki agenda pertemuan rutin pada tanggal 25 setiap bulannya. Beberapa hal yang dibahas pada pertemuan antara lain evaluasi dan pelaporan kegiatan usaha yang telah dilaksanakan (KUBe ternak kambing, ayam, dan ikan lele dan usaha pembuatan keset dari kain perca). Usaha peternakan menjadi pilihan anggota karena cukup mudah dilakukan anggota dengan berbagai jenis disabilitas, tidak memerlukan modal yang terlalu besar dan kemungkinan gagal/merugi kecil. Kegiatan ekonomi yang didorong dengan modal kelompok, walaupun hasilnya sederhana, disisi lain menumbuhkan kepercayaan orang dengan disabilitas terhadap dirinya sendiri.
Di samping kegiatan ekonomi, pendataan warga adalah hal yang paling esensial. Pendataan warga dengan disabilitas terakhir kali dilakukan pada tahun 2016 dan sejak itu belum pernah dilakukan perbaharuan data di system informasi desa. Padahal, jika data yang tersedia di system informasi desa tidak akurat, maka orang dengan disabilitas yang baru terancam tidak mendapatkan hak-haknya. Misalnya, orang dengan disabilitas harus terdaftar dalam database sehingga dapat mengakses alat bantu yang dibutuhkan. Sejauh ini, pengurus telah membantu anggotanya untuk mengakses alat bantu melalui program Jamkesus serta pengelolaan alat bantu milik kelompok. Maka, pengurus KPD Mitra Mandiri berinisiatif mendaftarkan nama-nama orang disabilitas yang baru.
Selain itu, pertemuan rutin diisi dengan sesi berbagi dari tokoh-tokoh masyarakat termasuk lurah dan kamituwa yang menjadi pendamping yang harapannya tidak hanya memberi inspirasi namun juga masukan yang membangun.
Kesejahteraan dan kesetaraan adalah hak manusia, termasuk orang dengan disabilitas. Untuk waktu yang lama, kebutuhan orang disabilitas adalah hal yang diremehkan dan tidak diakui. Namun, KPD Mitra Mandiri hadir menyuarakan hak-haknya untuk dipenuhi melalui forum-forum yang tersedia atau pendekatan khas masyarakat. Misalnya kebutuhan akan fasilitas toilet yang aksesibel untuk orang dengan disabilitas. Hasilnya, pemerintah Kalurahan Kedungpoh telah membangun toilet aksesibel pada tahun 2016. Hal lain tentang partisipasi yang terus diperjuangkan KPD Mitra mandiri, dari inisiatif dan keaktifan para anggota dan dukungan dari pemerintah setempat, KPD Mitra Mandiri mendapatkan undangan Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) Kalurahan. Bahkan, menjadi bagian dalam tim perumus rekomendasi Musrenbang. Namun, diundang dalam musrenbang dan menjadi bagian dari tim perumus tidak berarti bahwa usulan disetujui oleh peserta musrenbang. Peserta dalam musrenbang masih lebih memilih untuk menggunakan hak suaranya untuk memprioritaskan pembangunan fisik dari pada mengalokasikan sumber daya untuk peningkatan kapasitas dan investasi kepada kelompok disabilitas.
Walaupun sudah ada perwakilan dari kelompok disabilitas dalam forum di desa, rupanya ada risiko yang ditimbulkan karena tidak banyak perwakilan yang mau untuk terlibat aktif. Penyebabnya adalah rasa tidak percaya diri karena merasa tidak memiliki kapasitas yang memadai. Hal ini dipahami karena banyak dari mereka yang tidak mendapatkan pendidikan formal karena mendapatkan diskriminasi dan keterbatasan kemampuan ekonomi. Maka pengurus KPD Mitra Mandiri melakukan kaderisasi dengan melibatkan perwakilan yang berbeda dan mentoring, serta pergantian pengurus setiap 3 tahun.
Dalam bidang kebencanaan, Mujiyana berpendapat bahwa kelompok disabilitas belum tersentuh dan bereksplorasi. Kelompok disabilitas dengan berbagai kondisi menjadi lebih rentan pada saat bencana karena pengetahuannya terhadap risiko dan cara menyelamatkan diri ketika bencana sangat jarang diasah. Tidak hanya kerugian secara materi, kelompok disabilitas merupakan kelompok yang paling rentan mengalami gangguan psikis karena mengalami kecemasan hingga trauma karena bencana.
Melalui pelatihan yang diadakan oleh YEU, menurut Mujiyana dapat menjadi pemantik untuk penguatan kapasitas kelompok disabilitas dalam menghadapi bencana. Pemerintah Kalurahan dan kelompok disabilitas harus memiliki pemahaman dan tujuan yang sama sehingga dalam upaya untuk menjadi mandiri dan berdaya, kelompok disabilitas memiliki sumber daya dan lingkungan yang memungkinkan mereka mencapai tujuannya. Dalam upaya ini, Mujiyana sungguh berharap bahwa partisipasi bermakna sungguh akan menjadi paradigma yang nyata dan tidak hanya sekedar cita-cita.
Media Sosial
@yakkumemergency
yakkumemergency
@YEUjogja