Budidaya Ulat Hongkong Sebagai Upaya Mengatasi Limbah Pertanian dan Dana Kesiapsiagaan di Desa Galudra

Cianjur - Desa Galudra merupakan salah satu desa di Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasinya yang berada di dataran tinggi, pada 1.775 meter di atas permukaan laut, membuat hawanya sejuk dan tanahnya subur sehingga cocok untuk menanam berbagai macam tumbuhan. Masyarakat Desa Galudra rata-rata memiliki mata pencaharian sebagai petani sayuran dan bunga. Namun, mereka menemui permasalahan terkait limbah dari hasil pertanian. Banyaknya limbah sayuran atau organik di Desa Galudra menyebabkan pencemaran di lingkungan mereka seperti, tanah, air dan udara karena menimbulkan bau tidak sedap. Untuk mengatasi limbah organik tersebut Tim Siaga Bencana “Galudra Aktif Siaga” (TSB GAS) berinisiatif membangun usaha budidaya ulat hongkong atau mealworm

Foto: Nurdin - Anggota Tim Siaga Bencana "Galudra Aktif Siaga"

“Karena banyak limbah sayuran disini, maka kami memutuskan untuk membudidayakan ulat hongkong,” ucap Bapak Nurdin selaku pengelola usaha budidaya ulat hongkong sekaligus anggota TSB GAS. Dalam pembangunan usaha budidaya ulat hongkong, TSB GAS mendapat bantuan dana ketangguhan masyarakat dari YAKKUM Emergency Unit yang didukung oleh mitra Center of Disaster Philanthropy (CDP).

Pemilihan ulat hongkong sebagai usaha TSB GAS karena perawatannya yang mudah dan dapat mengatasi permasalahan limbah di Desa Galudra. Limbah organik dari hasil pertanian masyarakat Desa Galudra dimanfaatkan sebagai pakan ulat hongkong. Pemberian pakan ulat hongkong dilakukan sehari satu kali yaitu di sore hari. Biasanya Bapak Nurdin akan memberikan 3 lembar sayuran atau buah-buahan bergantung pada limbah pertanian yang tersedia. Bapak Nurdin dibantu oleh dua rekannya yang juga anggota TSB GAS dalam mengelola dan merawat ulat hongkong tersebut.

Proses awal budidaya ulat hongkong di Desa Galudra adalah membeli ulatnya terlebih dahulu kemudian dirawat dan diberi makan setiap hari. Ada tiga kotak yang disediakan untuk memilah ulat hongkong berdasarkan ukurannya. Kotak pertama adalah ulat hongkong yang masih kecil, lalu kotak kedua adalah ulat hongkong yang memiliki ukuran sedikit lebih besar dari kotak pertama dan kotak ketiga berisi ulat hongkong berukuran besar yang sudah siap dipanen. Butuh waktu 20 - 25 hari sampai ulat hongkong siap dipanen dan dijual. 

Usaha budidaya ulat hongkong di Desa Galudra sudah berjalan sekitar satu bulan dan sudah menghasilkan kurang lebih dua kilogram ulat hongkong. Dua kilogram ulat hongkong yang dihasilkan kemudian dijual kepada warga sekitar yang membutuhkan untuk pakan hewan seperti burung, ayam dan lain-lain. Ulat hongkong dijual dengan harga Rp. 15.000 per ons. Keuntungan dari penjualan ulat hongkong akan digunakan kembali sebagai dana operasional pengelolaan usaha budidaya. Usaha budidaya ulat hongkong yang dilakukan TSB GAS tidak hanya membantu mengatasi permasalahan limbah pertanian tetapi juga sebagai dana kesiapsiagaan Desa Galudra apabila terjadi bencana.